Pada suatu malam, seorang ayah terbangun karena mendengar suara isak tangis di
kamar anaknya yang masih SD. Sang ayah penasaran, apa yang sedang terjadi?
Ketika ayah membuka pintu kamar, terlihatlah anaknya yang sedang sujud ke arah kiblat. Sang anak mengenakan sarung dan baju yang rapih dan bersih. Ayah langsung tahu bahwa anaknya sedang melaksanakan shalat tahajud. Air mata ayah berlinang, ia bangga memiliki anak yang sholeh.
Ayah tidak ingin mengganggu kekhusyuan anaknya, ia tunggu sampai anaknya selesai shalat dan berdoa. Setelah anaknya mengakhiri shalat dengan salam. Sang anak berdoa sambil menangis dengan suara yang lirih.
Ayah menghampiri anaknya dan merangkulnya. Sang anak berada di pelukan ayah. Ayah berkata pada anaknya.
“Anakku, apa yang sesungguhnya kamu inginkan? Apa yang sebenernya kamu pinta pada Allah? jika apa yang kamu pinta itu bisa ayah wujudkan, katakanlah. Ayah akan berikan apa yang kamu mau”
Sang anak bercerita.
“Ayah, tadi siang aku ujian ilmu pengetahuan umum. Aku hilaf mengisi soal “Apa ibukota dari Jawa Barat.?” Aku tidak tahu jawabannya yah. Maka aku isi saja Bogor. Kemudian aku baru tahu ternyata ibukota Jawa Barat adalah Bandung.
Aku melaksanakan tahajud ini meminta pada Allah untuk memindahkan ibukota Jawa Barat ke Bogor yah. Semoga doaku Allah kabulkan”
Itu adalah sebuah kisah pengantar untuk iman kepada Qadha dan Qadhar. Bila kita berbicara tentang iman kepada Qadha dan Qadhar pasti kita tak akan jauh dari membahas ikhtiar dan tawakal. Ikhitiar berasal dari kata ikhtaara yang artinya memilih. Ikhtiar berarti inisiatif, usaha, upaya, tindakan. tujuan dari ikhtiar adalah mencapai kebaikan (khair).
Tawakal memiliki arti menyerahkan atau mendelegasikan sesuatu kepada seseorang yang lebih mampu. Tentu tidak ada yang lebih kuasa dan mampu selain Allah. Kisah yang saya tulis di atas menggambarkan mengenai ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar harus kita lakukan dengan benar, barulah kita bertawakal. Jika ikhtiarnya salah, kita harus menerima hasilnya dengan sabar dan bisa diperbaiki di kesempatan selanjutnya.
Kita perlu tahu, ada sesuatu yang tidak bisa kita ubah dan ada yang bisa kita ubah. Ridwan Kamil mengatakan ada yang disebut dengan takdir dan nasib. Takdir adalah keadaan yang tidak bisa kita ubah, itu adalah ketentuan dan ketatapan dari Allah yang harus kita terima. contohnya wilayah kepulauan Jepang yang dikelilingi oleh lempeng tektonik sehingga Jepang sangat sering mengalami gempa.
Nasib adalah keadaan yang bisa kita ubah. Nasib tergantung pada takdir kita, tapi nasib bisa kita siasati menjadi keadaan yang lebih baik. Contohnya, Jepang sangat sering mengalami gempa dan itu tidak bisa kita ubah, tapi orang Jepang bisa menyiasati dengan membangun rumah dan gedung yang aman dari gempa. Orang Jepang di rumah-rumah mereka menyiapkan bahan makanan yang siap untuk dibawa ketika gempa untuk bertahan hidup.
Terkait dengan nasib, Allah telah berfirman
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan (nasib) suatu bangsa sehingga bangsa itu mau
mengubah keadaan (nasib) yang ada pada mereka sendiri”. (QS. Ar- Ra’du : 13/11)
Perlu kita sadari, ujian dan cobaan adalah takdir kita hidup di dunia. Kita tidak bisa mengubah itu. setiap manusia yang hidup pasti mendapatkan ujian dan cobaan.
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, ((yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:"Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun". orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-Baqarah : 155-157)
Kita pasti mengalami ketakutan. Ketakutan adalah keniscayaan hidup. Kita takut akan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan mendapat musibah. Hidup memang dikelilingi oleh masalah. Seperti kata pepatah. Life is problem and life without problem is problem. Masalah dan rasa takut pasti ada, tapi apakah kita tangguh menghadapi semuanya? Tapi kita bisa mengubah cara berpikir kita. Danger is real, fear is choice. Kita tak bisa terhindar dari bahaya, tapi untuk takut atau tidak, itu adalah pilihan kita.
Sesungguhnya kita tak perlu takut, karena Allah telah menentukan semuanya. Allah tak menyuruh kita untuk berhasil, sukses, berjaya dan berkuasa. Allah memerintahkan hal yang sederhana, yaitu sabar dan bersyukur. Dengan sabar dan bersyukur maka tidak ada kesedihan hati dan kekecewaan.
Rasulullah SAW bersabda:
"Sungguh
ajaib keadaan seorang mukmin, karena seluruh kondisinya adalah baik baginya.
Hal itu hanya berlaku bagi seorang mukmin saja. Apabila ia mendapatkan
kesenangan, lalu ia bersyukur, itu menjadi kebaikan baginya. Dan apabila ia
tertimpa musibah, lalu ia bersabar, maka itupun menjadi kebaikan baginya."
(HR. Muslim No. 2999)
Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”.
Ikhtiarlah yang baik kemudian bertawakal. Itulah yang ideal. Dengan kedua hal itu kita akan terhindar dari kekecewaan, karena menyerahkan semua perkara pada Allah. Dan apabila kita mendapatkan kebaikan dari ikhtiar kita, kita tak jadi sombong karenanya.
No comments:
Post a Comment