Ini pengalaman yang membuat saya kaget setengah
mati. Saat itu hari Jum’at di Cihampelas Bandung. Jam di dinding menunjukan
pukul 11. Saya dan kakek pergi ke masjid An-Nur untuk shalat Jum’at.
Masjid masih sepi. Adzan Dhuhur sekitar satu jam
lagi. Selepas wudhu saya menuju shaf paling depan, di sana ada seorang bapak
yang beruban lebat duduk sambil menunduk membaca sesuatu. Terlihat dari belakang bapak itu sudah begitu tua.
“wah bapak ini rajin sekali ke masjid untuk
Jum’atan” kata saya dalam hati.
Setelah posisi saya dekat dengan bapak itu, saya
kaget betul. Saya lihat bapak itu dari dekat, ternyata bapak itu seorang tuna
netra. Dengan sangat tenang dan khusyu dia sedang membaca Al-Qur’an braile!
Sebagai anak muda hati saya tertampar keras. Pemandangan
seorang bapak tua tuna netra sedang khusyu membaca Al-Qur’an menghujam jantung
saya. ‘Jleb jleb jleb’. Tiga tikaman bersarang di dada.
“hai anak muda yang sehat mata. Mana Al-Qur’anmu?
Sudah baca sampai mana? sudah kau amalkan sejauh apa?”
Saya merenung. Bapak yang sudah tua dan tak bisa
melihat, ia pantang menyerah untuk membaca firman Allah. saya apa kabar?
Lalu pengalaman saya di Damaskus membuat saya kagum
. Saya bertemu dengan teman-teman yang hafal dan merdu melantunkan Al-Qur’an.
Teman saya bernama Abdurahman, dia baru berumur 15 tahun dan telah hafal
Al-Qur’an. Teman dari Macedonia, Aljazair, Bahkan teman senegara saya dari Solo
hafal Al-Qur’an.
Pertanyaan antara siswa-siswa di Syria bukan lagi
“kamu sudah hafal berapa juz Al-Qur’an?”. Tapi “Selain hafal Al-Qur’an dengan
qira’ah Hafs, kamu hafal qira’ah apa?”
Begitu juga dengan penguasaan bahasa. Mereka sudah
tidak bertanya lagi “kamu menguasai bahasa inggris dan bahasa arab tidak?”.
Tapi “selain bahasa inggris dan bahasa arab, kamu menguasai bahasa apa?”
Di atas langit ada langit. Jangan pernah puas
dengan keadaan sekarang yang sepertinya sudah cukup dan cakap.
Dalam kediaman dan kemalasan kita, ada banyak orang
lain yang selalu berprogres maju.
Di saat kita mengeluh sudah terlalu tua untuk
belajar dan menguasai pelajaran, ada banyak orang yang lebih tua dan semangat
untuk belajar, bahkan baru mulai belajar alif ba ta tsa tanpa keluhan.
Di waktu kita letih atas kesulitan, ada banyak
orang lain yang tak sempat memikirkan hal begitu karena sibuk berjuang.
Kita sehat dan memiliki 5 indra yang berfungsi
dengan baik. Mau menunggu apa lagi untuk berjuang? Mau punya alasan apa lagi
untuk menunda?
Mengembangkan diri selalu terasa tidak penting dan
mendesak, sampai kita tahu perihnya penyesalan. Waktu berlalu dan kesempatan
hilang.
Ya. semoga kita selalu bisa berjuang tanpa keluh
kesah. Berkembang dan memantaskan diri menjadi diri yang lebih baik. In
harmonia progressio.
###
Tambahan..
Saya baru
membaca buku My Brief History, biografi dari fisikawan terkenal, Stephen
Hawking. Dia bercerita, selepas dia lumpuh total dan hanya bisa terduduk di
kursi roda. Dia bisa menulis 7 buku best-seller dan beberapa makalah fisika.
Tangan dan jarinya tak bisa bergerak, dia menulis tidak menggunakan kedua
tanggannya, tapi menggunakan sensor gerakan mata. Dia menulis dibantu perangkat
komunikasi yang merepotkan tapi dia tetap menulis.
Ckckckc..
No comments:
Post a Comment