Wednesday, 25 February 2015

Filsafat Hukum Bag 1

Kuliah Filsafat Hukum
Kamis, 12 Februari 2015

Rocky Gerung resah terhadap kediaman dan kebisuan universitas dalam menghadapi isu-isu  yang terkait dengan hukum di Indonesia.

“Kalau bukan karena takut, pasti karena dungu” kata Rocky

Universitas-universitas di Indonesia idealnya melakukan debat intelektual mengenai kasus-kasus terkait hukum. Misalnya kasus hukuman dead pinalty, kasus Polri vs KPK, dan lain-lain. sebab, ini salah satu pendidikan kepada masyarakat luas. Ini salah satu pengabdian universitas pada masyarakat. Yaitu dengan menjernihkan ide-ide dan kasus dari opini dan argumen yang tak masuk akal sehat.

Apakah universitas hanya jadi sekedar pencetak tenaga terampil yang akan menjadi sumber daya manusia di industri-industri? Lalu ke mana peran universitas sebagai penjernih akal sehat publik? Menurut Rocky, ada jaringan yang terputus antara universitas dan kehidupan hingga Universitas tidak terhubung pada isu-isu ril.

Kemudian Rocky bercerita mengenai asal-usul Liberal Arts yang dimulai oleh Charles Magne di Italia. Liberal Arts berawal dari protes mahasiswa terhadap universitas. Universitas dinilai sebagai lembaga pendidikan yang eksklusif, hanya orang tertentu yang bisa belajar dan hanya pelajaran tertentu yang diprovidasi oleh universitas. Maka Charles Magne membuat ketetapan baru. Universitas dibuka untuk umum dan mahasiswa berhak untuk mempelajari apapun yang mereka kehendaki. Universitas menjadi terkoneksi dengan kehidupan ril. Universitas menyediakan pendidikan mengenai matematika, logika, retorika, sains, sejarah, teologi, atletik, dan kesenian.

Universitas Indonesia sebagai Universitas yang menganut paham Liberal Arts, nyatanya tidak sepenuhnya menjalankan Liberal Arts. Hingga saat ini Fakultas Seni tak kunjung usai pembangunannya. Universitas Indonesia tidak terkoneksi dengan isu krusial di Indonesia dan sibuk dengan oprasional kampus yang rutin. Geliat intelektual tidak terasa, masih sepi diskusi dan perdebatan. Harusnya kampus menjadi medan perang ide-ide.

“UI. University of In-between” Kata Rocky

Rocky mengucapkan semua keresahannya mengenai universitas untuk menstimulus mahasiswa supaya terkoneksi dengan dunia, terhubung dengan isu-isu yang berkembang.

“Saya ingin mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Filsafat Hukum ini tidak hanya sekedar belajar sesuatu yang teknis. Tapi ikut serta dalam perdebatan intelektual mengenai isu aktual. Mata kuliah ini mesti basah. Lalu lintas ide dan gagasan harus berjalan dengan deras”

Setelah itu Rocky menjelaskan mengenai perbedaan moral dengan legal.

"Apakah ada perbedaan antara moral dengan legal? etika dengan hukum?” Tanya Rocky

“Ada. Perbedaannya terletak pada punishment. Moral tidak ada sangsi, sedangkan legal ada.” Kata Eric

“Oke, kamu sudah memberi goresan yang baik. Tapi bagaimana kalau saya bilang. Moral dan etika pun ada sangsinya.”

“Perbedaannya sangsi moral dengan legal terletak pada kejelasan waktu pak. Misalkan seseorang membunuh. Secara legal jelas hukumannya telah tertulis sekian puluh tahun. tapi secara moral tidak jelas. bisa saja pihak korban memaafkan saat itu juga atau tidak memaafkan selamanya” Jawab Gigay

“Iya betul. Legal itu sudah jelas dan tidak bisa kita ganggu gugat apabila ia sudah menjadi perangkat hukum yang tertulis. Tapi tetap ada pintu untuk koreksi, misal melalui judicial review. Berbeda dengan moral. Moral sangat cair dan tidak tertulis.”

Saya sendiri punya pendapat mengenai perbedaan antara moral dan legal. Menurut saya di antara keduanya ada perbedaan ide regulatif yang mendasari keduanya supaya bisa berlaku.

Moral mensyaratkan manusia yang otonom dan rasional, adanya kebebasan kehendak, dan nilai baik serta buruk. Immanuel Kant menambahkan soal keabadian jiwa dan keberadaan Tuhan.

Bila manusia tidak bebas. Terdorong oleh hasrat bawah sadar atau gen dan manusia tak bisa melawannya. Maka tidak mungkin ada kebaikan dan keburukan. maka dalam filsafat manusia Richard Dawkins, Sigmund Freud, dan determinasi mutlak para melioris, tentu moral tak akan bisa berlaku.

Legal mensyaratkan manusia yang heteronom. Manusia yang terikat dengan masyarakat dan hukum yang berlaku pada masyarakat, penghormatan pada hak individu/kelompok, kesepakatan dan keadilan sosial.

Diskusi selesai.

No comments:

Post a Comment