Friday, 21 March 2014

Kasih Seorang Ibu

Kisah ini nyata. Damaskus di bulan Desember, sekitar jam 7 malam. Saat itu dingin sekali. Musim dingin plus malam hari, perlu pakai jaket 3 lapis untuk menahan dingin, perlu sarung tangan agar tangan tidak kaku kedingingan. Dingin dingin dingin.

Saya baru pulang dari sekolah jam 7 malam. Sebelum sampai ke mabit sa'ad (asrama tempat saya tinggal di Syria) saya menyempatkan diri untuk membeli apel. Setelah selesai beli apel, saya berjalan pulang ke arah mabit sa'ad. Saya melihat pemandangan menakjubkan, menguras hati, membuncahkan haru, dan membuat saya ingat pada seseorang yang paling berharga di hidup saya.

Saya melihat ada seorang ibu, sedang menunggu sebuah bola yang sedang dipompa oleh tukang tambal ban. Ibu itu berkerudung putih, berjaket hitam tebal. Ia berdiri, tegak, Sabar menunggu bola dipompa. di wajahnya nampak keikhlasan, kebahagian. Ah wajah seorang ibu. Saya pikir dan merasa. Wah, itu pasti bola itu untuk anaknya. Mata saya sedikit basah. 

Mungkin bila saya bilang pada ibu itu.

'bu, malam dingin-dingin begini lebih baik di rumah, berdiri di depan pemanas ruangan sambil minum teh. Bukan memompa bola dan tertusuk angin musim dingin malam hari'

ibu itu bakal menjawab

'dinginnya yang ibu rasa malam ini akan jadi hangat saat ibu melihat anak ibu tersenyum mendapat bola ini.'. Oooohhh


Saya sedikit berimajinasi. Dalam imajinasi saya. Nanti ibu itu pulang. Dia membuka pintu rumah dan langsung menghampiri anaknya, memeluknya dan mencium ubun-ubun anaknya kemudian berkata

'hadzihi kurrah laka ya bunayya..'

'ini bola untukmu wahai anakku..'

saya jadi ingat mamah saya di Bogor sana. Sekarang saya sama beliau terpisah kurang lebih 10ribu kilometer. Terpisah laut dan samudra. Terpisah beberapa negara. Tapi saya bisa merasakan hangat kasih sayangnya di setiap pesannya pada saya di FB. Kata-katanya di waktu saya chat dengannya di YM. Oh, betapa saya kangen sekali sama mamah saya.

Dulu juga pernah ibu saya membelikan saya bola sepak. Beliau baru pulang dari Bogor kota. Ketika saya pulang dari sekolah SD. Bola itu ada di ruang tamu. Saya bingung, ini bola siapa. Perasaan saya ga punya bola itu. Saya tanya pada mamah.

'ini bola siapa mah?'

'itu bola untuk aa. Mamah beli buat aa. Maaf baru bisa beli sekarang ya.'

'lho? Kenapa maaf mah?'

'mamah pernah denger ginan bilang 'aduh, pingin bola euy'.

'kapan mah? Ginan lupa'

mamah engga menjawab. Saya coba mengingat-ingat. Saya sendiri tidak ingat kapan bilang itu. Ibu itu memang luar biasa. Selalu saja berusaha memberi apa yg diinginkan anaknya.

Belakangan saya tahu, ternyata untuk membeli bola itu, mamah telah membuat kebijakan ekonomi yang sangat dahsyat. Membeli bola itu tidak masuk ke dalam Anggaran belanja keluarga. Setelah belanja diirit-irit setiap rupiahnya, dan dengan merelakan ongkos naik angkot lalu memilih berjalan kaki, terbelilah bola itu. 

Oh.... Mamaaaah. Harus bagaimana membalas jasamu? 

dulu saya sudah menyusahkanmu. 9 bulan engkau tak enak tidur karena ada aku di perutmu.

Dulu mamah berada antara hidup dan mati, mengerang sakit luar biasa, untuk saya... Untuk saya terlahir ke dunia.

Dulu mamah sabar. Melihat saya over active. Loncat sana sini, lari sana sini. Bikin ribut. Tapi tiap malam tetap saja mengusap kepala saya ketika saya tidur.

Mah. Buat mensyukuri kehadiran mamah di hidup Ginan. Ginan harus menghambakan diri jutaan tahun pada Allah, bahkan itu pun ga akan pernah cukup. Mah, klo kata sheila on 7 tea mah 'kau anugrah terindah yang pernah ku miliki'

mah, ginan kangen. Maaf mah. Ginan ga bisa bales jasa mamah ke ginan. Semoga Allah yang membalas kebaikan. 

Ginan pernah baca hadits mah. Katanya shalat ibu yang sedang mengandung itu sama pahalanya dengan 70 tahunnya shalat orang biasa.

Ketika melahirkan, setiap urat yang sakit akan Allah berikan pahala satu kali naik haji.

Dan banyak lagi pahalanya..

Semoga apa yg sudah mamah berikan ke ginan dibalas Allah bermilyar kali lipat mah.

Mudah2an ginan bisa jadi anak sholeh. Membuat mamah bangga. Doain ginan mah. Love u

2 comments:

  1. jadi pingin nangis bacanya :'(

    ReplyDelete
  2. menangislah joz gandoz. saya juga menangis pas menulisnya

    ReplyDelete