Jaman dahulu kala, ada seseorang bernama
Ibrahim. Dia seorang anak kecil yang dibesarkan oleh seorang ayah pembuat
patung berhala. Masyarakat di tempat Ibrahim menyembah patung yang mereka
anggap sebagai pencipta alam semesta, pemberi bahagia dan penghukum manusia.
Jika manusia tidak memberikan pengorbanan dan hormatnya pada patung berhala,
maka kehidupannya akan sengsara dan didera penderitaan sepanjang hayat, karena
itulah patung-patung itu disembah dan diagungkan.
Ibarahim beranjak dewasa, akal
pikirannya menjadi matang. Ia ragu akan apa yang telah dijalankan oleh
masyarakat desanya. Apakah benar kita harus menyembah patung berhala? Mengapa
kita harus menyembah patung-patung hasil buatan tangan manusia? mungkinkah
sesuatu yang dibuat dan dibentuk manusia itu
menciptakan alam semesta ini?
Apa yang terjadi di masyarakat tempat
Ibrahim tumbuh nampak aneh bagi akal pikiran Ibrahim. Jika patung-patung itu
tidak mungkin menciptakan alam semesta ini lalu siapa sesungguhnya yang
menciptakan hidup dan dunia? siapakah dia yang maha kuasa? Sesuatu yang mesti
kita sembah dan taat kepadanya.
Pada suatu malam, Ibrahim melihat bulan
purnama yang begitu terang. Jaman dulu belum ada polusi cahaya-cahaya lampu.
Sinar purnama begitu benderang dan membuat takjub mata Ibrahim. Dia tercengang
akan keagungan purnama tersebut. Ibrahim menduga, mungkin inilah pencipta alam
semesta. Ia begitu besar dan terang sampai cahayanya menerangi malam. maka
semalam suntuk itu Ibrahim mengangungkan purnama.
Sampai pagi tiba, terbitlah matahari
dari timur. Purnama pun menghilang dari langit. Yang terang benderang sekarang
adalah matahari. Terangnya pun menyilaukan dan lebih benderang di banding
purnama. Warna langit berubah menjadi biru cerah. Ibrahim menduga, wah rupanya
inilah pencipta semesta. Ini lebih besar! Lalu iBrahim mengagumi matahari
sampai ia tenggelam dan ia terperanjat. Pencipta semesta itu tak mungkin
sesuatu yang hilang dan sirna. Ibrahim pun menyerah dan berpasrah diri. “Aku
berserah diri pada pencipta alam semesta”. Setelah itu, Ibrahim pun mendapatkan
wahyu dari Allah. dan Allah memberitahukan pada Ibrahim bahwa Dialah sang
pencipta dan Tuhan semesta alam.
Kisah Nabi Ibrahim Alaihi Salam ini
adalah pengantar untuk cabang iman yang pertama, yaitu beriman bahwa tiada
tuhan selain Allah. laa ilaaha illa Allah.
Ketika kata “Laa ilaaha illa Allah” ini
diperdengarkan pada orang Arab Quraisy di masa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi
wa Salam. Semua orang gempar. Bangsa Quraisy saat itu sangat menggemari sastra.
Bahasa bangsa Quraisy begitu kaya. Orang-orang di masa itu sangat peka dan
detail dalam bahasa. Buktinya, ada beberapa puluh kata yang menggisyaratkan
tentang ‘cinta’. ada kata Hubb, Rahmah,
Rahim, mawaddah, dan lain-lain. semuanya memiliki makna tersendiri dan memiliki
arti berbeda antara satu kata dengan kata lain. untuk kata ‘baik’, Bahasa Arab mememiliki beberapa kata seperti
‘ihsan, khaer, ma’ruf, birr, thoyyib, sholih, dan lain-lain. Dengan demikian, Bahasa arab sangatlah kaya. Dan orang-orang
saat itu sangat melek sastra. Dengan kekayaan wawasan sastra dan kepekaan
bahasa, Kata laa ilaaha illa Allah dimaknai begitu dalam dan menggetarkan oleh
bangsa Quraisy. Satu kata sederhana itu bisa merevolusi kehidupan manusia.
Laa ilaaha illa Allah. Tiada tuhan
selain Allah.
Dalam laa ilaaha illa Allah, ada dua
penggalan kalimat. Kalimat ‘Tiada tuhan’ dan kalimat ‘selain Allah’. Dengan
kalimat ‘tiada tuhan’, menurut Prof. Amin Rais, manusia dibebaskan dari segala bentuk
perbudakan, dari segala belenggu, merdeka dari segala tuan dan tuhan palsu.
Kalimat ini memerdekaan manusia. Manusia yang selama hidupnya terjajah dan
terpasung dalam ketakutan yang tidak berujung, akhirnya terbebaskan dengan
kalimat laa ilaaha. Manusia menjadi PolyAtheis. Menolak mempercayai adanya
berbagai macam tuan dan tuhan palsu. Dengan mengucapkan laa ilaah manusia
menjadi merdeka.
Lalu kalimat harus berlajut. Kalimat
Illa Allah adalah penetapan dan pemantapan keyakinan hati bahwa Allah adalah
satu-satunya Tuhan. Dialah yang maha pengasih dan lagi maha penyayang yang menciptakan
alam semesta. Maka hanya pada Dialah kita berserah diri dan berpasrah.
{وَ المُؤْمِنُوْنَ كُلٌّ ءَامَنَ باِللهِ} (البقرة : 285)
“Demikian orang beriman, semuanya beriman
pada Allah” (Al-Baqarah : 285)
{يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا ءَامِنُوْا بِاللهِ} (النساء :
136)
“Wahai orang beriman, berimanlahpada Allah”
(Annisa : 136)
Menurut Emha Ainun Nadjib. Kalimat
syahadat Asyhadu an laa ilaaha illa Allah berarti sangat dalam. Kita bersaksi
bahwa Dialah Allah sang pencipta semesta. Dengan demikian, dalam pikiran kita
harus terbangun pandangan tauhid yang menyeluruh terhadap alam semesta. Bukan
hanya manusia, matahari, dan planet atau benda-benda raksasa yang Allah
ciptakan, tapi juga kuman dan semut. Bahkan tanah dan daun yang berguguran,
semua adalah kehendak dan ciptaan Allah. Manusia sebagai makhluk yang diberikan
amanah untuk memakmurkan alam semesta harus bertanggung jawab atas semua
makhluk Allah. maka mengekspolitasi alam untuk kepentingan sesaat dan pribadi
adalah pelanggaran terhadap kata laa ilaaha illa Allah. Perbuatan tidak baik
pada orang lain atau bahkan hewan yang semena-mena, itu juga pencederaan
terhadap kalimat syahadat.
Ada sebuah hadits diriwayatkan oleh
Utsman ibn ‘Afaan Radiyallahu anhu.
و
حديث عثمان بن عفان رضي الله عنه في صحيح مسلم : من مات و هو يعلم أن لا اله الا
الله دخل الجنة. (مسلم : 26)
Rasulullah bersabda. “Barang siapa yang
mati dan dia berilmu/tahu tiada tuhan selain Allah maka ia akan masuk surga”
Yang menarik dalam hadits ini adalah
pemakaian kata ‘يعلم’. Berilmu. Setelah
penulis lihat di kamus Almawrid. Kata يعلم
memiliki beberapa arti yaitu know, have knowledge, become aware, learn, come to
know, find out. Maka kata يعلم ini jadi menarik.
Dalam beriman, manusia tidak hanya mengimani secara begitu saja tanpa proses.
Menelan mentah-mentah kata iman pada Allah ke hati. Iman pada Allah mesti
diperkuat dengan pencarian, belajar, pemahaman, dan ilmu. Orang yang melakukan
pemantapan iman memalui ilmu dan pemahaman, maka mereka akan masuk ke dalam
surga Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Dalam Surat Al-ikhlas, di sana tertulis
bahwa Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu. Allah telah memberikan
banyak kenikmatan pada manusia. udara yang begitu segar untuk kita hirup dan
melangsungkan hidup. Setiap hari seluruh manusia dan hewan kencing dan buang
air, tapi kita selalu menemukan air jernih yang bisa diminum dan menghilangkan
dahaga kita. air dengan siklusnya bisa bersih dengan sendirinya tanpa manusia
berlelah-lelah diri melakukannya. Air laut yang asin diterangi cahaya matahari
sehingga ia terbang menjadi uap kemudian menjadi awan, setelah awan terbang
melangit, turunlah awan itu menjadi hujan. Kita yang tak bisa meminum air laut
yang asin pun akhirnya bisa minum ait tawar yang menyegarkan dari hujan.
Pada tanah dan lumpur yang kotor.
Ternyata di sanalah rezeqi kita tumbuh. Berbagai tanaman seperti padi dan
bermacam jenis buah yang berbeda aroma dan rasa tumbuh subur untuk kepentingan
manusia. sangat unik, setiap tumbuhan memiliki musim berbuahnya masing-masing.
Setelah diteliti di lab. ternyata buah-buah yang muncul di musim tertentu itu
memenuhi gizi dan vitamin yang manusia dan hewan butuhkan pada musim yang
manusia hadapi. misalkan buah semangka dengan kadar air yang banyak berbuah
pada musim panas. Pada cuaca dingin berbuahlah pohon apel dan jeruk. Vitamin C
yang terkandung di buah apel dan jeruk membantu daya tahan tubuh manusia untuk
menghadapi dingin menjadi kuat. Ajaib.
Allah menciptakan gunung-gunung yang tinggi
menjulang dan menghujam ke tanah. Gunung menjadi tinggi untuk melindungi
makhluk hidup dari angin yang berhembus sangat kencang. Dan gunung menghujam ke
tanah agar menjaga dari pergeseran lempeng bumi yang membuat gempa di mana
mana, dengan itu manusia dan hewan-hewan bisa hidup tentram di daratan.
Maka
Nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?
Allah bahkan lebih dekat dari urat leher
kita, begitulah yang tersurat di Al-Qur’an.
Dialah pengasih dan penyayang manusia. Nikmatnya tak akan pernah terhitung.
Allah menitipkan cinta yang sangat besar pada Ayah dan Ibu kita. kita menjadi
begitu disayang dan dimanja ketika kita kecil. Dipenuhi segala kebutuhan dan
keinginannya. Padahal seringkali manifestasi cinta itu terasa begitu irasional.
Malam yang dingin adalah waktu yang sangat enak untuk tidur nyenyak, tapi ibu
terbangun dari tidur pulasnya untuk memastikan kita tidak digigit nyamuk.
Memiliki uang yang lumayan itu
mengasyikan jika dipakai untuk bertamasya dan bersenang-senang. Tapi ayah
menahan diri untuk membelanjakan uangnya untuk diri sendiri. Ia curahkan
semuanya untuk kita. ia sangat peduli terhadap pendidikan kita. Ayah dan ibu
sangat bisa untuk makan enak dan bersenang setiap hari, tapi mereka berdua
lebih memilih untuk kebaikan kita di masa depan. Sangat absurd dan tidak masuk
akal. Tapi itulah cinta yang Allah titipkan pada orang tua kita. jika ada orang
yang sangat alergi dengan hal yang tidak masuk akal sehingga ia memilih untuk
tidak percaya pada Allah dan menghamba pada sains. Maka bagaimana ia bisa
dengan santainya menikmati kebaikan ayah dan ibu yang tidak masuk akal?
Bagiamana ia bisa menafikan begitu besarnya anugrah yang ia rasakan secara
gratis, padahal ia tidak melakukan apa-apa. Kita akan mendapatkan apa yang kita
usahakan, itu rasional. Tapi nyatanya banyak sekali kita merasakan nikmat dari
apa yang tidak kita usahakan.
Itulah kiranya cabang iman yang pertama.
Iman pada Allah. dialah satu-satunya Tuhan. pencipta Alam semesta. Pemberi
segala nikmat yang selama ini kita rasakan. Pada-Nyalah kita taat dan
menyembah.
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup
dan matiku hanyalah untuk Allah Ta’ala
No comments:
Post a Comment