Pandangan manusia pada hak berevolusi. Dulu
perempuan tak memiliki hak politik dan ekonomi, kemudian kita mengenal
kesetaraan gender. Perempuan memiliki hak yang setara dengan lelaki, maka
perempuan bisa terlibat pada aktivitas politik dan ekonomi. Sekarang,
perkembangan pemikiran manusia menghasilkan dalil-dalil yang mengantarkan pada
perluasan subjek hak, tidak hanya manusia yang memiliki hak, hewan memiliki hak juga. Di Prancis, seekor anjing masuk
dalam kartu keluarga, kesejahteraan hewan menjadi isu yang mulai diperhatikan.
Pemahaman kita soal Etika berevolusi, dan evolusi etika mengantarkan pada
evolusi peradaban manusia.
Pandangan antagonistik subjek-objek antar manusia
dan lingkungan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran alam di tangan manusia.
Pemikiran modern memposisikan manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek.
Alam hanya perluasan dari cogito subjek, maka manusia halal mempergunakan alam
sebagai objeknya sebanyak apapun. Ditambah lagi fatwa teologis Yahudi yang
mengatakan bahwa tuhan menciptakan alam semesta untuk memenuhi kebutuhan
manusia, manusia jadi memiliki landasan teologis untuk mengeksploitasi alam.
Dilanjut dengan revolusi industri. Barang kebutuhan diproduksi secara masal
untuk di jual ke pasar. Bahan mentah dikeruk dari alam bukan untuk memenuhi
kebutuhan tapi untuk dijual sehingga pemilik modal menimbun kekayaan. Peradaban
modern mengidap penyakit ketakacuhan dan keabaian manusia terhadap lingkungan.
Lalu, hak berevolusi dan etika berevolusi. Manusia
mulai menyadari bahwa ia hidup di dunia yang saling bergantung antara manusia
dan lingkungan. Ada kisah menarik tentang evolusi hak lingkungan. Pada tahun
1940an di sebuah universitas di Amerika, kicau burung yang biasanya menyambut
pagi cerah di kampus menghilang. Yang ada hanya sunyi. Pagi yang penuh kicauan
merdu jadi bisu. Setelah diteliti, ternyata burung-burung yang biasa berkicau
di sekitar kampus mati karena memakan buah apel yang disemprot peptisida.
Rachel Carson, seorang environmentalis menulis sebuah buku berjudul The Silent
Spring, musim semi yang sunyi. Buku ini merubah total pandangan kaum
intelektual Amerika tentang ekologi. Hak dan etika berevolusi. Lingkungan
memiliki hak untuk kita lindungi. Bahkan, sebatang pohon di Amerika bisa
mengajukan gugatan ke pengadilan ke orang atau instansi yang melanggar haknya
diwakilkan oleh pelapor. Pohon memiliki hak keadilan di depan hukum.
Keadilan ekologis dimulai dari pandangan holistik
terhadap semesta. Kita semua hidup dalam interdepedensi. Manusia, hewan, tumbuhan,
tanah, udara, air, semuanya saling membutuhkan. Matinya seekor semut di sebuah
ruangan seminar di Depok bisa mengakibatkan banjir di Belanda yang
menenggelamkan arsip beasiswa seorang mahasiswa filsafat. Seorang mahasiswa
filsafat yang tadinya akan mendapat beasiswa di Belanda bisa gagal karena
matinya semut.
Evolusi hak dan etika yang mendorong pada kesadaran
dan keadilan ekologis perlu kita meriahkan melalui pemikiran dan karya
intelektual tentang ekologi. Karya intelektual terakhir tentang ekologi di
indonesia adalah disertasi Dr. Saras Dewi, ketua prodi filsafat UI. Disertasi
itu berjudul “Dimensi Ontologis Relasi Manusia dan Alam, Suatu Pendekatan
Fenomenologi Lingkungan Terhadap Problem Disekuilibrium”.
Wassalamualaikum
No comments:
Post a Comment