Saturday, 3 January 2015

Keadilan Ekologis

Pandangan manusia pada hak berevolusi. Dulu perempuan tak memiliki hak politik dan ekonomi, kemudian kita mengenal kesetaraan gender. Perempuan memiliki hak yang setara dengan lelaki, maka perempuan bisa terlibat pada aktivitas politik dan ekonomi. Sekarang, perkembangan pemikiran manusia menghasilkan dalil-dalil yang mengantarkan pada perluasan subjek hak, tidak hanya manusia yang memiliki hak, hewan memiliki hak juga. Di Prancis, seekor anjing masuk dalam kartu keluarga, kesejahteraan hewan menjadi isu yang mulai diperhatikan. Pemahaman kita soal Etika berevolusi, dan evolusi etika mengantarkan pada evolusi peradaban manusia. 

Pandangan antagonistik subjek-objek antar manusia dan lingkungan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran alam di tangan manusia. Pemikiran modern memposisikan manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek. Alam hanya perluasan dari cogito subjek, maka manusia halal mempergunakan alam sebagai objeknya sebanyak apapun. Ditambah lagi fatwa teologis Yahudi yang mengatakan bahwa tuhan menciptakan alam semesta untuk memenuhi kebutuhan manusia, manusia jadi memiliki landasan teologis untuk mengeksploitasi alam. Dilanjut dengan revolusi industri. Barang kebutuhan diproduksi secara masal untuk di jual ke pasar. Bahan mentah dikeruk dari alam bukan untuk memenuhi kebutuhan tapi untuk dijual sehingga pemilik modal menimbun kekayaan. Peradaban modern mengidap penyakit ketakacuhan dan keabaian manusia terhadap lingkungan.

Lalu, hak berevolusi dan etika berevolusi. Manusia mulai menyadari bahwa ia hidup di dunia yang saling bergantung antara manusia dan lingkungan. Ada kisah menarik tentang evolusi hak lingkungan. Pada tahun 1940an di sebuah universitas di Amerika, kicau burung yang biasanya menyambut pagi cerah di kampus menghilang. Yang ada hanya sunyi. Pagi yang penuh kicauan merdu jadi bisu. Setelah diteliti, ternyata burung-burung yang biasa berkicau di sekitar kampus mati karena memakan buah apel yang disemprot peptisida. Rachel Carson, seorang environmentalis menulis sebuah buku berjudul The Silent Spring, musim semi yang sunyi. Buku ini merubah total pandangan kaum intelektual Amerika tentang ekologi. Hak dan etika berevolusi. Lingkungan memiliki hak untuk kita lindungi. Bahkan, sebatang pohon di Amerika bisa mengajukan gugatan ke pengadilan ke orang atau instansi yang melanggar haknya diwakilkan oleh pelapor. Pohon memiliki hak keadilan di depan hukum.


Keadilan ekologis dimulai dari pandangan holistik terhadap semesta. Kita semua hidup dalam interdepedensi. Manusia, hewan, tumbuhan, tanah, udara, air, semuanya saling membutuhkan. Matinya seekor semut di sebuah ruangan seminar di Depok bisa mengakibatkan banjir di Belanda yang menenggelamkan arsip beasiswa seorang mahasiswa filsafat. Seorang mahasiswa filsafat yang tadinya akan mendapat beasiswa di Belanda bisa gagal karena matinya semut. 


Evolusi hak dan etika yang mendorong pada kesadaran dan keadilan ekologis perlu kita meriahkan melalui pemikiran dan karya intelektual tentang ekologi. Karya intelektual terakhir tentang ekologi di indonesia adalah disertasi Dr. Saras Dewi, ketua prodi filsafat UI. Disertasi itu berjudul “Dimensi Ontologis Relasi Manusia dan Alam, Suatu Pendekatan Fenomenologi Lingkungan Terhadap Problem Disekuilibrium”.



Wassalamualaikum

No comments:

Post a Comment