Di sebuah aula asrama lantai 4 saya memandang
ke luar jendela. Terlihat oleh mata saya hamparan kuburan yang kering. Pemandangan
kuburan itu menemani saya mengerjakan tugas sekolah dan membaca kitab Al-Hikam
Ibn Athaillah.
Gedung asrama dan sekolah saya di Damaskus dekat
dengan pekuburan Bab Shagir. Salah satu kuburan di sana adalah kuburan sahabat
Rasulullah yang sangat terkenal, Bilal Bin Rabah. Saya pernah ke sana untuh
ziarah, ketika di depan makam Bilal sebuah film imajiner muncul di kepala saya.
Tergambar dengan jelas adegan Bilal ditindih batu besar di bawah terik matahari
untuk mengatakan “Hubal.. Hubal”, tapi Bilal dengan sangat berani dan teguh ia
berkata “Ahad.. Ahad”. Bilal teguh memegang keyakinan tiada Tuhan selain Allah.
Setiap hari saya melihat kuburan. Setiap hari
saya mengingat mati. Awalnya sangat ngeri, saya selalu dihantui kematian, tapi
setelah sering melihat kuburan saya jadi biasa dan cuek. Hehe.
Di Aula dengan pemandangan kuburan itu saya
setiap hari sebelum tidur meminta ustadz pengawas asrama untuk membacakan saya kitab.
Hehe. Saya belum lancar membaca kitab berbahasa Arab gundul maka dari itu saya meminta
ustadz untuk membimbing saya membaca. Sekolah di Ma’had Dauly ini asyik, Ustadz
tersedia 24 jam. Saya bila tidak tahu kosakata bahasa Arab tinggal bertanya
pada ustadz dan beliau akan memberitahu sinonimnya dan menjelaskan pemakaian
kata tersebut dalam kalimat bahasa Arab yang mudah saya mengerti. Wah ini nih
pendidikan yang keren. Saya bersyukur bisa sekolah di sini.
Setiap hari Rabu dan Kamis ustadz membacakan
saya Tafsir Al-Qur’an karya Ibn Katsir lalu setiap Selasa dan Jum’at membacakan
Al-Hikam. Seringkali ustadz menambahkan dengan contoh dan cerita yang seru. Misalnya
hikmah ke 11 di kitab Al-Hikam
“Tanamlah dirimu
dalam tanah kerendahan, sebab tiap sesuatu yang tumbuh tetapi tidak ditanam,
maka tidak sempurna hasil buahnya.”
Ustadz
menceritakan kisah-kisah ulama yang pergi menjauh dari popularitas, membenamkan
diri sedalam-dalamnya. Di dalam kerendahan itu mereka mencari ilmu dengan penuh
kesabaran. Misalnya, Imam Bukhari menulis Kitab Hadits yang dikenal dengan
Shahih Bukhari selama 16 tahun. Untuk mendapatkan satu hadits shahih perlu waktu
berbulan-bulan dan melakukan perjalanan ke tempat yang jauh.
“Jinan. Tanamlah
dirimu. Tak perlu terburu-buru tumbuh. Jika kamu ingin menjadi seorang yang
berkepribadian kokoh, penuh ilmu, dan bermanfaat bagi orang banyak.
bersabarlah. Ingatlah, sebab tiap sesuatu yang tumbuh tetapi tidak ditanam,
maka tidak sempurna hasil buahnya” Kata Ustadz.
Dada saya
berdesir. Sungguh indah sekali nasehatnya. Saya pergi ke kasur dan berselimut
lalu memikirakan nasehat Ustadz. Saya punya banyak cita-cita. Tapi saya tidak
menanamkan diri saya. Saya banyak terburu-buru dalam banyak hal. Dalam belajar
pun saya tidak sabar, saya selalu ingin menguasai dengan cepat dan terlihat
menonjol di banding siswa yang lain. Pantas saja buah yang dihasilkan dari
belajar dan usaha saya tidaklah manis dan bergizi. Ah iya. Saya perlu terus
mengingat pesan ini.. “Tanamlah dirimu dalam tanah kerendahan, sebab tiap
sesuatu yang tumbuh tetapi tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil buahnya.”
Damaskus, Jum’at
21 Oktober 2011
No comments:
Post a Comment