Friday, 19 September 2014

Tanamlah

Di sebuah aula asrama lantai 4 saya memandang ke luar jendela. Terlihat oleh mata saya hamparan kuburan yang kering. Pemandangan kuburan itu menemani saya mengerjakan tugas sekolah dan membaca kitab Al-Hikam Ibn Athaillah.

Gedung asrama dan sekolah saya di Damaskus dekat dengan pekuburan Bab Shagir. Salah satu kuburan di sana adalah kuburan sahabat Rasulullah yang sangat terkenal, Bilal Bin Rabah. Saya pernah ke sana untuh ziarah, ketika di depan makam Bilal sebuah film imajiner muncul di kepala saya. Tergambar dengan jelas adegan Bilal ditindih batu besar di bawah terik matahari untuk mengatakan “Hubal.. Hubal”, tapi Bilal dengan sangat berani dan teguh ia berkata “Ahad.. Ahad”. Bilal teguh memegang keyakinan tiada Tuhan selain Allah.

Setiap hari saya melihat kuburan. Setiap hari saya mengingat mati. Awalnya sangat ngeri, saya selalu dihantui kematian, tapi setelah sering melihat kuburan saya jadi biasa dan cuek. Hehe.

Di Aula dengan pemandangan kuburan itu saya setiap hari sebelum tidur meminta ustadz pengawas asrama untuk membacakan saya kitab. Hehe. Saya belum lancar membaca kitab berbahasa Arab gundul maka dari itu saya meminta ustadz untuk membimbing saya membaca. Sekolah di Ma’had Dauly ini asyik, Ustadz tersedia 24 jam. Saya bila tidak tahu kosakata bahasa Arab tinggal bertanya pada ustadz dan beliau akan memberitahu sinonimnya dan menjelaskan pemakaian kata tersebut dalam kalimat bahasa Arab yang mudah saya mengerti. Wah ini nih pendidikan yang keren. Saya bersyukur bisa sekolah di sini.

Setiap hari Rabu dan Kamis ustadz membacakan saya Tafsir Al-Qur’an karya Ibn Katsir lalu setiap Selasa dan Jum’at membacakan Al-Hikam. Seringkali ustadz menambahkan dengan contoh dan cerita yang seru. Misalnya hikmah ke 11 di kitab Al-Hikam

“Tanamlah dirimu dalam tanah kerendahan, sebab tiap sesuatu yang tumbuh tetapi tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil buahnya.”

Ustadz menceritakan kisah-kisah ulama yang pergi menjauh dari popularitas, membenamkan diri sedalam-dalamnya. Di dalam kerendahan itu mereka mencari ilmu dengan penuh kesabaran. Misalnya, Imam Bukhari menulis Kitab Hadits yang dikenal dengan Shahih Bukhari selama 16 tahun. Untuk mendapatkan satu hadits shahih perlu waktu berbulan-bulan dan melakukan perjalanan ke tempat yang jauh.

“Jinan. Tanamlah dirimu. Tak perlu terburu-buru tumbuh. Jika kamu ingin menjadi seorang yang berkepribadian kokoh, penuh ilmu, dan bermanfaat bagi orang banyak. bersabarlah. Ingatlah, sebab tiap sesuatu yang tumbuh tetapi tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil buahnya” Kata Ustadz.

Dada saya berdesir. Sungguh indah sekali nasehatnya. Saya pergi ke kasur dan berselimut lalu memikirakan nasehat Ustadz. Saya punya banyak cita-cita. Tapi saya tidak menanamkan diri saya. Saya banyak terburu-buru dalam banyak hal. Dalam belajar pun saya tidak sabar, saya selalu ingin menguasai dengan cepat dan terlihat menonjol di banding siswa yang lain. Pantas saja buah yang dihasilkan dari belajar dan usaha saya tidaklah manis dan bergizi. Ah iya. Saya perlu terus mengingat pesan ini.. “Tanamlah dirimu dalam tanah kerendahan, sebab tiap sesuatu yang tumbuh tetapi tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil buahnya.”


Damaskus, Jum’at 21 Oktober 2011

No comments:

Post a Comment