Pesantren saya bukanlah pesantren
yang terkenal, bukan pula pesantren yang mahal. Pesantren saya mah apa atuh,
hanya pesantren kecil di Garut.
Ada satu yang istimewa di
pesantren saya, yaitu kultur pendidikan peer educator, pendidik sebaya. Teman
adalah patner dalam belajar, kakak kelas adalah mentor keilmuan dan kehidupan.
Pesantren kami menyediakan ruang-ruang publik yang asyik untuk berbagi dan
bertukar informasi, pikiran, wawasan, kisah, cerita, inspirasi.
Ketika kelas 1 Aliyah di
pesantren, saya mengasuh adik-adik kelas 1 Tsanawiyah. Dulu mereka lucu dan
penurut. Mereka manis sekali dan rajin belajar, Tapi setelah akrab mereka jadi
ontohod dan kampret. Hahaha. Tak apalah, memang begini suka duka menjadi
pendidik sebaya.
Anak-anak kecil itu kami temani
belajar pidato di KMR (Korps Mubaligh Remaja). Kami suruh mereka untuk kultum di masjid
Aliyah. Lalu kami buat lomba pidato di lapang pingpong, panggungnya dari meja
pingpong, disaksikan oleh banyak orang. Pemenangnya mendapat voucher jajan di
warung Bu Oyon.
Kami mengajarkan mereka dari anak
yang penuh malu menjadi anak tak punya malu. Maksudnya tak punya malu dalam hal
positif. Mentalitas mereka menjadi kuat dan berani untuk menyampaikan kebenaran
dan kebaikan. Juga berani untukmengkritik dan meledek seniornya. Hemeh T_T
Saya percaya membaca, menulis,
dan berbicara di depan publik adalah kemampuan dasar yang mesti ditekuni. Maka,
saya ajak sering-sering ke perpustakaan untuk membaca dan menulis resensi buku,
lalu main ke Garut kota untuk main ke warnet membuat blog, dan diskusi harian
di mesjid.
Kegiatan demi kegiatan kami
lakukan. Ya Hasilnya tidak dirasakan langsung. Seperti yang mamah saya bilang.
Belajar itu seperti nanam cabe, bukan seperti makan cabe. Hasilnya akan terasa
beberapa waktu kemudian, tidak langsung terasa pedas di lidah sekarang.
5 tahun kemudian. Adik-adik kelas
saya itu tumbuh menjadi remaja kelas 3 Aliyah. Mereka menjadi orang-orang
hebat. Ada yang menulis novel, menulis buku non-fiksi tentang entrepreneurship,
menang lomba di mana-mana, pertukaran pelajar ke luar negri, ikut konferensi
pemuda di sana sini. ah mereka telah melampaui saya dan teman-teman seangkatan.
Menyaksikan adik kelas bertumbuh
lebih pintar, lebih cerdas, lebih keren dibanding saya adalah sebuah
kebahagiaan.
Hari Kamis tanggal 5 Juni 2014,
saya dikunjungi oleh si Faiz, salah satu adik kelas saya di pesantren. Akhirnya
kami ngobrol di perpustakaan UI. Dia cerita banyak hal, sekarang dia dan 2
temannya selain menjalani kuliah, mereka jualan tahu isi. Mereka mendapat
penghasilan bersih sebulan 3 juta rupiah. Jam 11 malam pergi ke pasar untuk membeli
tahu, shubuh-shubuh membuat isian tahu, dan sore-sore jualan tahu sambil
membaca buku. Semangat entrepreneur mereka memang membara. Banyak sekali
rencana-rencana yang akan mereka lakukan.
Adik-adik kelas dan junior saya
di manapun berada. Semoga kalian sukses dan berjaya.
No comments:
Post a Comment