Tuesday, 10 June 2014

Junior Senior Peer Educator

Pesantren saya bukanlah pesantren yang terkenal, bukan pula pesantren yang mahal. Pesantren saya mah apa atuh, hanya pesantren kecil di Garut.

Ada satu yang istimewa di pesantren saya, yaitu kultur pendidikan peer educator, pendidik sebaya. Teman adalah patner dalam belajar, kakak kelas adalah mentor keilmuan dan kehidupan. Pesantren kami menyediakan ruang-ruang publik yang asyik untuk berbagi dan bertukar informasi, pikiran, wawasan, kisah, cerita, inspirasi.

Ketika kelas 1 Aliyah di pesantren, saya mengasuh adik-adik kelas 1 Tsanawiyah. Dulu mereka lucu dan penurut. Mereka manis sekali dan rajin belajar, Tapi setelah akrab mereka jadi ontohod dan kampret. Hahaha. Tak apalah, memang begini suka duka menjadi pendidik sebaya.

Anak-anak kecil itu kami temani belajar pidato di KMR (Korps Mubaligh Remaja).  Kami suruh mereka untuk kultum di masjid Aliyah. Lalu kami buat lomba pidato di lapang pingpong, panggungnya dari meja pingpong, disaksikan oleh banyak orang. Pemenangnya mendapat voucher jajan di warung Bu Oyon.

Kami mengajarkan mereka dari anak yang penuh malu menjadi anak tak punya malu. Maksudnya tak punya malu dalam hal positif. Mentalitas mereka menjadi kuat dan berani untuk menyampaikan kebenaran dan kebaikan. Juga berani untukmengkritik dan meledek seniornya. Hemeh T_T

Saya percaya membaca, menulis, dan berbicara di depan publik adalah kemampuan dasar yang mesti ditekuni. Maka, saya ajak sering-sering ke perpustakaan untuk membaca dan menulis resensi buku, lalu main ke Garut kota untuk main ke warnet membuat blog, dan diskusi harian di mesjid.

Kegiatan demi kegiatan kami lakukan. Ya Hasilnya tidak dirasakan langsung. Seperti yang mamah saya bilang. Belajar itu seperti nanam cabe, bukan seperti makan cabe. Hasilnya akan terasa beberapa waktu kemudian, tidak langsung terasa pedas di lidah sekarang.

5 tahun kemudian. Adik-adik kelas saya itu tumbuh menjadi remaja kelas 3 Aliyah. Mereka menjadi orang-orang hebat. Ada yang menulis novel, menulis buku non-fiksi tentang entrepreneurship, menang lomba di mana-mana, pertukaran pelajar ke luar negri, ikut konferensi pemuda di sana sini. ah mereka telah melampaui saya dan teman-teman seangkatan.

Menyaksikan adik kelas bertumbuh lebih pintar, lebih cerdas, lebih keren dibanding saya adalah sebuah kebahagiaan.

Hari Kamis tanggal 5 Juni 2014, saya dikunjungi oleh si Faiz, salah satu adik kelas saya di pesantren. Akhirnya kami ngobrol di perpustakaan UI. Dia cerita banyak hal, sekarang dia dan 2 temannya selain menjalani kuliah, mereka jualan tahu isi. Mereka mendapat penghasilan bersih sebulan 3 juta rupiah. Jam 11 malam pergi ke pasar untuk membeli tahu, shubuh-shubuh membuat isian tahu, dan sore-sore jualan tahu sambil membaca buku. Semangat entrepreneur mereka memang membara. Banyak sekali rencana-rencana yang akan mereka lakukan.


Adik-adik kelas dan junior saya di manapun berada. Semoga kalian sukses dan berjaya.

No comments:

Post a Comment