Thursday 24 November 2016

Hei Homo Ludens! Why you so serious?

"Why you so serious?"
Kata si Joker mengingatkan saya.
Hidup adalah laibun wa lahwun, yakni permainan dan senda gurau belaka. klo bahasa dosen saya, hidup adalah kontestasi. kontes demi kontes yang kita isi dan ramaikan gegap gempita. hasilnya selalu ada yang jadi pemenang atau pecundang. saya lebih memilih jadi penyelenggara acara saja klo begitu.
Belajar filsafat membuat saya tambah yakin bahwa manusia itu memang homo ludens, makhluk bermain. Dari bangun tidur sampai tidur lagi isinya permainan semua. sayangnya, sedikit sekali orang yang sadar.
apa bedanya main sepakbola dengan kuliah? menurut saya sama saja. sama-sama ada aturan. ada score. sama-sama ada yang menang dan ada yang kalah. yang beda mungkin bentuk 'bola' dan 'gawang' yang berbeda di antara keduanya. silakan kamu abstraksikan segala bentuk kegiatan yang ada bagi manusia, saya yakin, semuanya adalah permainan, hanya saja dengan 'bola' dan 'gawang' yang berbeda.
No friend no game. atau mungkin bisa juga dibalik. no game no friend. dengan bermain kita bisa mendapatkan kawan. saya lebih suka bilang kawan tanding bukan lawan tanding. dalam permainan yang ada adalah persahabatan. Bagi kawan-kawan saya yang keliru dan memilih untuk saling bermusuhan, saya kira mereka telah lupa pada hakikat hidup itu adalah permainan.
jikalah saya kalah dalam hidup, saya tidak perlu merasa jadi yang paling bodoh dan lemah. hidup hanya permainan.
jikalah saya menang dalam hidup, saya tidak perlu merasa yang paling jago dan hebat. hidup hanya permainan.
ya, yang namanya permainan dan bermain, jangan dilakukan dengan sedih hati dan pipi yang cemberut. harus riang gembira seperti wajah anak kecil yang sedang hujan-hujanan. dengan kesadaran bahwa hidup adalah permainan, saya pikir itu hal yang sangat ampuh untuk mengusir rasa sedih, kecewa, kesal, dan inferior.
Jean Paul Sartre bilang "We are condemned to be free". maaf nih ya Sartre saya modif sedikit quote darimu itu. "we are comdemned to be player"
Kita semua dikutuk jadi pemain. bermain-mainlah dalam hidup. inget kudu fairplay :)

Wednesday 9 November 2016

Seperempat Abad

Seperempat abad ini. Saya belum ke mana-mana. Masih di sini saja.

Harusnya saya sudah bisa terbang melayang. Tapi apa daya, belum ada prestasi seperti jurus terbangnya Songoku. Saya adalah Yajirobe yang hanya punya semangat tapi akan kalah oleh sekadar tiupan musuh. (Kampret. Ngemeng ape lo?)

Hahaha. Kalau kata si Okti, yang tadi itu namanya low self-esteem. Kelemahan dan perasaan yang tidak berguna untuk survive. Untuk apa dirimu memelihara perasaan yang merendahkan dan menghinakan dirimu sendiri? Harusnya kamu melihat masa depan dengan kepala yang tegak, Nan!

Rencana ke depan apa? Saya ingin menjadi seorang pengikut Immanuel Kant dalam bidang etika barat. Sense of duty terpatri di hati. Orang baik adalah orang yang menjalankan fungsi dan tugasnya dalam kehidupan. Saya merasa diri saya adalah penulis. Maka kamu, Nan, harus berusaha sekuat tenaga untuk menuntaskan tulisan-tulisanmu yang terbengkalai.

Itulah resolusi sederhana saya untuk seperempat abad berikutnya.




Monday 24 October 2016

Siapa Sangka? Menonton Pertandingan Bola Berbahaya Bagi Kelangsungan Hidup!



Beberapa waktu yang lalu, saya sempat merasa heran dengan anak yang biasa melihat video orang sedang bermain games di Youtube .

Orang lagi main game kok diliatin? Ya lo main gamenya aja sana! Kurang kerjaan banget sih lo!

Setelah saya keheranan begitu, saya langsung teringat bahwa menonton orang sedang bermain itu sudah lazim. Misalnya menonton bola. menonton basket. dan menonton olahraga lainnya.

Coba deh renungkan. Untuk apa sih kita nontonin orang sedang main? Kok kita senang banget? Kok kita bisa nyaman banget?

Saya penasaran. Saya cek fenomena yang sedang ngetrend di google saat ini. Ternyata tak jauh dari berita dan hasil pertandingan olahraga.

Saya tidak tahu jawabannya. Kenapa kita suka menonton orang sedang bermain? Apa karena kita jadi merasa terlibat dalam permainan itu. Atau kita terlalu malas untuk jadi pemain dan akhirnya hanya jadi penonton saja. Hahahaha. Mungkin ada benarnya begitu.

Menonton pertandingan sepak bola bisa merusak pikiran kita. Kamu kaget membaca pernyataan tersebut? Iya saya juga.

Penyataan itu saya dapat dari dosen philosophy of mind di UI bernama Dr. Harsa Wibawa. Menurut beliau, menonton sepak bola membuai kita dan bisa memasukkan kita ke dalam ilusi. Mereka mempersembahkan kita keindahan dan keasyikan pertandingan bola, tapi kita tidak tahu apa yang terjadi di luar lapangan, Kita tidak tahu seberapa keras mereka latihan. Kita tidak tahu makanan apa saja yang mereka konsumsi untuk mendapatkan stamina yang kuat ketika bertanding. Kita hanya disuguhkan hidangannya saja, tapi tidak tahu komposisi dan bahan-bahannya.

Lalu, letak bahayanya di mana?

Kita jadi manusia pemalas. Kita menjadi penonton saja dan tidak tahu bagaimana kerasnya perjuangan. Kita berkomentar tentang permainan seseorang tanpa terjun menjadi pemain yang sesungguhnya. Akhirnya kita hanya jadi manusia lemah yang banyak mengoceh.

Kenapa tak kamu saja yang menjadi pemain? Kenapa kamu hanya jadi orang yang sedih ketika tim favoritmu kalah dan menjadi orang yang memiliki kebanggaan semu saat timmu menang? Kenapa kamu mau menjadi budak perjudian emosi semacam itu?

Ya kamu pasti akan marah membaca ini. Saya juga marah karena saya suka mengikuti perkembangan sepak bola melalui livescore.com, ya kendati tak menonton langsung. Saya menikmati juga.

Apa salahnya menonton orang bermain? Ya. Asal jangan lupa bahwa kita punya hidup yang sekeras besi untuk kita bengkokkan. Tidak boleh terbuai dan menjadi penonton saja. Bermainlah juga dan jadi pemenang dalam permainanmu!